Proses Peradilan dalam Islam
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah swt. karena dengan rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Proses Peradilan dalamIslam”.
Shalawat
serta salam tak lupa senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad saw. yang telah menghantarkan kita umat manusia dari alam kegelapan
menuju alam terang benderang yang penuh dengan cahaya islam, keimanan dan cinta
kasih terhadap sesama umat.
Saya
menyadari, bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan
selanjutnya. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin .....
Wasalamualaikum Wr. Wb.
Kuala Kapuas, 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….. 3
A. Latar
Belakang…………………………………………….. 3
B. Rumusan
Masalah………………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………. 4
A. Pengertian Peradilan.............................................................. 4
B.
Fungsi Peradilan…………………………………………..... 5
C.
Tata Cara Pengadilan Menjatuhkan
Hukumannya…….…... 6
D.Cara Memeriksa Terdakwa dan Terdakwa
Yang Tidak Hadir Di Persidangan……………………………………………... 7
BAB
III PENUTUP……………………………………………………... 9
A. Kesimpulan………………………………………………… 9
B. Kritik
dan Saran…………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 10
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai negara Indonesia yang bermayoritas agama
Islam, sebaiknya sistem peradilan Islam lebih dikembangkan untuk terwujudnya
perdamaian dalam masyarakat dan untuk terwujudnya perdamaian dalam masyarakat
dan untuk terwujudnya perlindungan hak setiap orang. Namun di Indonesia sistem
peradilan islam tidak berlaku, karena di Indonesia lebih menonjolkan KUHP
dengan dasar ketentuan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Di Indonesia tidak mengembangkan sistem peradilan
Islam sehingga banyak tindakan kriminal yang belum terselesaikan, itu
disebabkan oleh kurang tegasnya hukum di Indonesia, seolah-olah peradilan di
Indonesia itu diperjual belikan. Apabila hukum Islam lebih ditegakkan dengan
tegas sesuai ketentuan yang adil, maka pelaku tindak kriminal akan merasa takut
untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari moral, agama dan sosial.
Seandainya hukum Islam lebih dikembangkan di Indonesia setidaknya bisa
mengurangi tindak kriminal. Untuk mengenal tentang peradilan Islam, disusunlah
makalah ini dengan pokok pembahasan proses peradilan dalam Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut “Apa pengertian, fungsi,
tata cara pengadilan, dan cara memeriksa terdakwa?”.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Peradilan
Kata
peradilan berasal dari bahasa Arab قضاء yang
berarti menyelesaikan,
menunaikan, dan memutuskan hukum atau membuat suatu ketetapan.
Jamaknya adalah aqdhiya
yang berarti “memutuskan perkara/ perselisihan antara dua orang atau lebih
berdasarkan hukum Allah.”
Qadha
dapat pula diartikan sesuatu hukum antara manusia dengan kebenaran dan hukum
dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah. Para ahli fikih memberikan
definisi qadha sebagai suatu keputusan produk pemerintah atau menetapkan hukum
syar’i dengan jalan penetapan.
Kata Qadha sendiri memiliki beberapa arti yang satu
sama lain saling berkaitan yaitu :
ü Al-Hukmu
yaitu mencegah, menghalangi, atau menghukumi.
ü Al-farag
yaitu selesai, putus, atau mengakhiri.
ü Al-ada’
yaitu menunaikan atau membayar.
Menurut Muhammad Sallam Madkur, qadha’ disebut hakim
karena dia melarang pelaku dari perbuatan tidak adil.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 37, Allah
swt.berfirman:
(٣٧:الْأحزاب) …فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَراً …
Artinya:
“….Maka tatkala Zaid telah
mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya) ….” (QS. Al-Ahzab/33:37).
Menurut
istilah, peradilan adalah suatu lembaga yang dibentuk pemerintah atau negara
yang bertugas untuk memutuskan atau menetapkan setiap perkara dengan adil
berdasarkan hukum yang berlaku. Apabila yang dijadikan dasar penetapan suatu
perkara itu adalah ajaran-ajaran Islam, maka disebut peradilan islam. Sedang
pengertian pengadilan adalah tempat untuk mengadili suatu perkara,dan orang
yang bertugas mengadili suatu perkaranya disebut Qadi atau Hakim.
B.
Fungsi
Peradilan
Fungsi peradilan
adalah untuk menyelesaikan persengketaan (mendamaikan) antara dua orang atau
lebih dan memutuskan hukum, di samping itu pula fungsi peradilan yaitu untuk
menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat yang dibina melalui tegaknya
hukum. Menurut Ibnu Khaldum, bahwa tempat menegakkan hukum adalah menetapkan
suatu perkara sehingga bersatu kembali pihak-phak yang bermusuhan, terpenuhi
berbagai hak yang umum dari kaum muslimin dengan pertimbangan membantu pihak
yang lemah, yang kena jinayat, anak-anak yatim, orang yang bangkrut dan mereka
hidupnya yang kesususahan.Di samping itu pula peradilan bertujuan untuk
menciptakan kemaslahatan umat dengan tetap tegaknya hukum Islam.
Oleh
karena itu fungsi pokok peradilan adalah :
1.
Mendamaikan kedua belah pihak yang
bersengketa.
2.
Menetapkan sanksi dan menerapkannya
kepada para pelaku perbuatan yang melanggar.
3.
Menciptakan ketertiban dan ketentraman
masyarakat yang dibina melalui tegaknya supremasi hukum.
4.
Mengayomi masyarakat dari ketidakadilan.
5.
Melindungi jiwa, harta, dan kehormatan
masyarakat.
6.
Menciptakan kemaslahatan umat dengan
tetap tegaknya hukum islam.
7.
Menegakkan amar makruf dan nahi mungkar, yaitu menyampaikan
hak kepada orang yang harus menerimanya dan menghalangi orang yang zalim dari
perbuatannya.
C.
Tata
Cara Pengadilan Menjatuhkan Hukumannya
Dalam
menjatuhkan suatu hukum, seorang hakim harus melakukan proses dengan melalui
berbagai tahapan, seperti mendengarkan dakwaan dari pendakwa atau penuduh,
memberikan kesempatan terdakwa untuk menanggapi dakwaan, memeriksa kebenaran
dakwaan melalui bukti maupun saksi. Berikut penjelasan dari proses tersebut,
yaitu:
Pendakwa
atau penuduh diberikan kesempatan
secukupnya untuk menyampaikan tuduhannya sampai selesai. Sementara itu terdakwa atau tertuduh diminta untuk
mendengarkan dan memperhatikan semua tuduhan dengan sebaik-baiknya sehingga
apabila tuduhan telah selesai terdakwa dapat menilai benar atau tidaknya
tuduhan tersebut.
Sebelum dakwaan atau tuduhan selesai disampaikan maka
hakim tidak boleh bertanya kepada pendakwa, sebab di khawatirkan akan dapat
memberikan pengaruh positif maupun negatif kepada terdakwa.
Hakim
memeriksa tuduhan-tuduhan tersebut dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang
di anggap penting untuk menguatkan dakwaannya. Apabila terdakwa menolak, maka
dia harus bersumpah.
Pendakwa
harus menunjukan bukti-bukti yang benar, untuk menguatkan dakwaannya.
Rasulullah saw. bersabda, yang artinya:
"Pendakwa harus
menunjukkan bukti-bukti dan terdakwa harus bersumpah" (HR. Baihaqi).
Jika
pendakwa menunjukkan bukti-bukti yang benar maka hakim harus memutuskan sesuai
dengan tuduhan meskipun terdakwa menolak dakwaan tersebut. Sebaliknya jika
terdakwa dapat bukti-bukti yang benar hakim harus menerima sumpah terdakwa
sekaligus membenarkan terdakwa.
D.
Cara
Memeriksa Terdakwa dan Terdakwa Yang Tidak Hadir Di Persidangan
1. Memeriksa
Tedakwa
Cara memeriksa
terdakwa :
- Hakim berusaha
mendamaikan pihak-pihak yang berperkara
- Jika tidak
dapat didamaikan, perkara itu diperiksa menurut ketentuan yang berlaku.
Beberapa
kemungkinan dalam jalannya persidangan, yang pada akhirnya hakim memutuskan
perkara :
a.
Apabila terdakwa mengikrarkan
(mengakui) tuduhan, maka hakim memutuskan perkara sesuai dengan pengakuan
tersebut, dan pemeriksaan terdakwa dianggap tuntas.
b.
Apabila terdakwa mengingkari tuduhan pendakwa,
maka hakim meminta kepada pendakwa untuk mendatangkan bukti-bukti perkara.
c.
Apabila bukti-bukti tidak cukup,
sedangkan pendakwa tidak mampu membuktikan kebenaran gugatannya, lalu ia minta
supaya pihak terdakwa disumpah, maka hakim harus meluluskan permintaannya,
setelah itu hakim memutuskan perkara berdasarkan sumpah terdakwa.
2. Terdakwa
Yang Tidak Hadir Di Persidangan
Dalam
pemeriksaan harus dihadirkan pihak-pihak yang berperkara. Untuk pendakwa
dianggap tidak ada masalah hadir di persidangan, karena ia yang menuntut agar
perkaranya dimejahijaukan. Sedangkan terdakwa juga harus hadir. Jika tidak,
pengadilan tetap memanggilnya sampai batas tiga kali. Menurut Imam Hanafi jika terdakwa
tidak mau hadir karena membangkang atau tidak hadir lalu memberikan ikrar
kepada hakim akan menerima apa yang diputuskan pengadilan, maka hakim boleh
memutuskan perkara dengan cara Verstek (tidak hadir dan absentia).
Menurut Imam
Abu Hanifah, Ibn Abi Laila, Syuraih, dan Umar bin Abdul Aziz tidak membolehkan
putusan verstek ini. Alasan yang dikemukakan adalah mungkin saja ketidakhadiran
terdakwa karena ada hujjah yang menyebabkannya tidak bisa hadir di persidangan.
Akan tetapi jika ada wakilnya, persidangan bisa dilanjutkan atau dilangsungkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil makalah ini, saya menyimpulkan bahwa
tempat suatu keputusan yang baik adalah peradilan. Peradilan merupakan tempat
memutuskan perkara/perselisihan antara dua orang atau lebih berdasarkan hukum
Allah, atau juga disebut lembaga yang menempatkan perkara-perkara hukum sesuai
dengan tempatnya.
B. Kritik dan Saran
Saya sadar bahwa semua manusia tidak ada yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah swt. begitu pula dalam penulisan makalah ini, tentu saja tidak luput dari segala kesalahan, maka dari itu kritik dan saran sangat saya perlukan guna memperbaiki segala kekhilafan yang saya lakukan.
Saya sadar bahwa semua manusia tidak ada yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah swt. begitu pula dalam penulisan makalah ini, tentu saja tidak luput dari segala kesalahan, maka dari itu kritik dan saran sangat saya perlukan guna memperbaiki segala kekhilafan yang saya lakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ukatsukatma.blogspot.com/2008/11/sistem-peradilan-islam.html
http://shoimnj.blogspot.com/2011/07/peradilan-dalam-islam.html
http://khoerulanwaryaung.blogspot.com/2012/06/peradilan-dalam-islam.html
http://thesaltasin.wordpress.com/2011/03/13/al-ahzaab-26-50-73-2
http://www.jadilah.com/2012/07/tata-cara-menjatuhkan-hukuman.html
http://id.netlog.com/memenahmadhusni/blog
http://kecilyanglutchu.blogspot.com/