KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Pertama-tama kami panjatkan rasa
syukur atas kehadirat Allah swt. Karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Husnudzan dan Bertaubat”.
Shalawat serta salam tak lupa
senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. yang telah
menghantarkan kita umat manusia dari alam kegelapan menuju alam terang
benderang yang penuh dengan cahaya islam, keimanan dan cinta kasih terhadap
sesama umat.
Kami menyadari, bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan selanjutnya. Selain itu,
ucapan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah
wawasan dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin .....
Wasalamualaikum Wr. Wb.
Tim Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………1
DAFTAR
ISI ……………………...………….......……2
BAB I PENDAHULUAN
…...………...…...……3
A.
Latar Belakang …………....………3
B.
Rumusan Masalah ………...………4
BAB II PEMBAHASAN ………….....……………5
A.
Pengertian Husnudzan …………...…5
B.
Dasar Hukum Husnudzan …………5
C.
Hikmah Berbuat Husnudzan ……....6
D.
Perbuatan-Perbuatan Husnudzan....…7
E.
Pengertian Taubat ……………..……16
F.
Penggolongan Taubat ………..…..…18
G.
Tata Cara untuk Bertaubat .....………19
H.
Jenis Dosa dan Cara Taubatnya ……..21
I.
Keutamaan Taubat……………...……23
J.
Taubat Nasuha
…………….........……24
BAB
III PENUTUP
…………………………………25
A.
Kesimpulan
…………………………25
B.
Kritik
dan Saran ………………....…26
DAFTAR
PUSTAKA ………………………....…………27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala sesuatu yang berasal dari Allah pasti baik,
sekalipun pada saat itu manusia belum dapat mengambil kebaikan yang ada
didalamnya. Tetapi setelah itu niscaya manusia akan dapat mengetahui dan
merasakan hikmah suatu kejadian yang telah dilalui. Setiap manusia perlu
menyadari, bahwa tidak semua yang dianggap baik oleh manusia, belum tentu baik
dihadapan Allah. Manusia terlalu banyak memiliki keterbatasan, termasuk dalam
menilai, memilih, dan menetapkan sesuatu pilihan yang tidak dipikirkan secara
mendalam.
Husnudzan sebagai bentuk kesadaran diri
manusia terhadap kekuasaan dan keadilan Allah terhadap hamba-Nya yang harus
diamalkan secara nyata oleh setiap muslim.
Taubat adalah akhlak terpuji yang harus
menghiasi setiap pribadi muslim. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri,
bahwa setiap manusia memiliki kesalahan atau pelanggaran, setiap kesalahan dan
pelanggaran yang mendatangkan dosa. Dan setiap dosa harus dihentikan atau
dimohonkan ampunan kepada Dzat Yang Maha Pengampun yaitu Allah swt.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
”Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi sifat husnudzan dan taubat?”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Husnudzan
Secara bahasa husnudzan (حسن الظن) berasal dari dua kata yaitu “حسن”(baik) dan ” الظن “ (sangka) ,dengan demikian kata tersebut memiliki arti berbaik
sangka. Secara istilah husnudzhan diartikan berbaik sangka terhadap segala
ketentuan dan ketetapan Allah yang diberikan kepada manusia.
Husnudzan artinya berbaik sangka,
berperasangka baik atau dikenal juga dengan istilah positiv thinking. Lawan
katanya adalah su’udzan yang memiliki pengertian buruk sangka, berperasangka
buruk atau dikenal juga dengan istilah negativ thinking. Perbuatan husnudzan
merupakan akhlak terpuji, sebab mendatangkan manfaat. Sedangkan perbuatan
su’udzan merupakan akhlak tercela sebab akan mendatangkan kerugian. Kedua sifat
tersebut merupakan perbuatan yang lahir dari bisikan jiwa yang dapat diwujudkan
lewat perbuatan maupun lisan.
B. Dasar Hukum Husnudzan
Berperasangka
baik atau husnudzan hukumnya adalah mubah (boleh). Sedangkan berperasangka
buruk atau su’udzan Allah dan rasul-Nya telah melarangnya, seperti dijelaskan
dalam QS. Al-hujurat, 49 : 12 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka adalah
dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagaian yang lain”. (QS. Al-Hujurat, 49 : 12).
Rasulullah
SAW bersabda, yang artinya “Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, karena
berperasangka buruk itu sedusta-dusta pembicaraan (yakni jauhkan dirimu dari
menuduh seseorang berdasarkan sangkaan saja)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
C. Hikmah Berbuat Husnudzan
1.
Senantiasa mensyukuri segala sesuatu yang
diberikan oleh Allah SWT.
2.
Bersikap Khauf (takut) dan Raja’
(berharap) kepada Allah.
3.
Optimis dan tidak berkeluh kesah serta
berputus asa. Akal pikiran menjadi jernih dan terjauhkan dari akal pikiran
kotor.
4.
Dicintai dan disayangi Allah SWT,
rasul, dan orang lain serta terjauh dari permusuhan, lebih dapat mempererat
silaturahmi.
5.
Terjauhkan dari hal-hal yang dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain.
6.
Melahirkan keyakinan bahwa segala
kenikmatan dan kebaikan yang diterima manusia adalah berasal dari Allah.
D. Perbuatan-Perbuatan Husnudzan
1.
Husnudzan kepada Allah SWT
Husnudzhan kepada Allah SWT mengandung
arti selalu berprasangka baik kepada Allah SWT, karena Allah SWT terhadap
hambanya seperti yang hambanya sangkakan kepadanya, kalau seorang hamba
berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada orang
tersebut, jika baik prasangka hamba kepadanya maka baik pulalah prasangka Allah
kepada orang tersebut. Rasulullah SAW bersabda yang artinya : Dari Abu Hurairah ra., ia berkata Nabi saw.
bersabda, “Allah Ta’ala berfirman “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan
Aku bersamanya apabila ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya
maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok
orang-orang yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu
sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepadaKu
sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan
berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil“. (Hadits
ditakhrij oleh Bukhari).
Perbuatan-perbuatan husnudzan kepada
Allah SWT yang dilakukan oleh seseorang sebagai hamba-Nya adalah sebagai
berikut :
a.
Bersabar
Sabar dalam ajaran Islam memiliki
pengertian yaitu tahan uji dalam menghadapi suka dan duka hidup, dengan
perasaan ridha dan ikhlas serta berserah diri kepada Allah. Sikap sabar
diperintahkan Allah SWT dalam QS Al Baqarah;153 yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat.”
Ujian dan cobaan pasti kan melintas
dalam kehidupan setiap manusia. Ujian dan cobaan tersebut bentuknya beragam,
hal itu bisa berupa kemudahan dan kesulitan, kesenangan dan kesedihan, sehat
dan sakit, serta suka dan duka. Adakalanya hal itu dialami diri sendiri,
keluarga, sahabat dan sebagainya. Ketika semuanya melintas maka yang harus
dilakukan adalah apabila itu merupakan kebahagiaan maka syukurilah dan apabila
hal tersebut merupakan kesedihan maka bersabarlah. Karena pada hakekatnya apa
yang dialami manusia itu semua datangnya dari Allah dan merupakan ujian hidup
yang justru akan menambah keimanan kita apabila kita ikhlas menerimanya
Apapun yang kita alami terhadap cobaan
yang diberikan Allah, kita harus berbaik sangka dan kita harus tabah serta
tawakal menghadapinya. Karena semakin sayang Allah kepada seorang hambanya maka
Allah akan menguji orang tersebut dengan cobaan yang lebih besar, sehingga
kadar keimanannya bertambah pula. Bila ia dapat bersabar menerima cobaan yang
Allah berikan maka Allah akan memberikan ganjaran yang sangat mulia yaitu
mendapatkan surganya Allah SWT.
Oleh sebab itu, apabila seseorang gagal
dalam suatu usaha, maka tidak sepantasnya menyalahkan Allah SWT atau su’udzan dengan
menganggap Allah penyebab kagagalannya. Sebaliknya dan sebaiknya adalah harus
berinstrospeksi diri, barangkali kegagalan tersebut disebabkan usahanya belum
sungguh-sungguh dilaksanakan secara maksimal. Kegagalan tersebut harus
dijadikan pelajaran, agar pada masa yang akan datang tidak terulang lagi dan
tetap selalu bersikap sabar terhadap segala ujian dan cobaan yang menimpa.
Berikut beberapa cara agar kita bisa selalu bersikap sabar yaitu :
1)
Senantiasa Berdzikir menyebut nama
Allah SWT
Zikir bisa melalui pengucapan lisan
dengan memperbanyak menyebut asma Allah. Tetapi, zikir juga bisa dilakukan
dengan tindakan merenung dan memperhatikan kejadian di sekeliling kita dengan
tujuan menarik hikmah. Sehingga akhirnya sadar bahwa segala sesuatu itu
datangnya dari Allah juga. Orang yang sabar selalu mengingat Allah dan menyebut
asma Allah apabila menghadapi kesulitan dan musibah, bahkan dalam sebuah hadits
disebutkan bila seseorang berzikir dan membaca Al Qur’an hingga ia lupa untuk
meminta sesuatu kepada Allah maka Allah akan memberikan nikmat kepadanya
melebihi apa yang sebelumnya ia inginkan yang artinya : “Dari Abu Sa’id Al
Khudri ra., ia berkata, Rasulullah saw bersabda, Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha
Besar berfirman “Barang siapa yang sibuk membaca Al Qur’an dan dzikir kepada Ku
dengan tidak memohon kepada Ku, maka ia Aku beri sesuatu yang lebih utama dari
pada apa yang Aku berikan kepada orang yang minta”. Kelebihan firman Allah atas
seluruh perkataan seperti kelebihan Allah atas seluruh makhlukNya“. (Hadits
ditakhrij oleh Turmudzi).
2)
Mengendalikan Emosi
Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melatih mengendalikan nafsu atau emosi
agar bisa bersikap sabar yaitu:
a) Melatih
serta mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan membaca ayat-ayat suci Al
Qur’an, shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Seseorang tidak akan terus
melampiaskan berang atau kemarahannya apabila ayat suci Al Qur’an dibaca. Oleh
karena itu, bukan hal yang aneh apabila ayat suci Al Qur’an bisa digunakan
untuk melerai orang yang bertikai. Demikian pula Rasulullah SAW memberikan
resep bagaimana caranya meredam amarah. “Berwudu’lah!” Demikian anjuran
Rasulullah SAW.
b) Menghindari
kebiasaan-kebiasaan yang dilarang agama. Orang yang mampu menghindarkan diri
dari kebiasaan yang dilarang agama, akan membuat hidupnya terbiasa dengan
hal-hal yang baik dan tidak mudah melakukan perbuatan-perbuatan keji. Orang
yang tidak sabar, pada umumnya adalah orang yang tidak peduli, bersikap kasar,
berbuat keji misalnya berjudi, minum-minuman keras, berkelahi, mengeluarkan
kata-kata kotor, menyebarkan fitnah dan masih banyak lagi.
c) Memilih
lingkungan pergaulan yang baik. Agar bisa menjadi manusia yang memiliki sifat
sabar, maka bisa diperoleh dengan memasuki lingkungan pergaulan yang baik, yang
cinta akan kebenaran, kebaikan, dan keadilan.
b.
Bersyukur
Syukur menurut pengertian bahasa yaitu
berasal dari bahasa Arab, yang berarti terima kasih. Syukur secara istilah
yaitu berterimakasih kepada Allah SWT dan pengakuan secara tulus hati atas
nikmat dan karunua-Nya, malalui ucapan, sikap dan perbuatan.
Cara-cara
bersyukur :
-
Dengan hati
Yaitu dengan cara menyadari dan mengakui dengan tulus hati
bahwa segala nikmat dan karunia adalah merupakan pemberian dari Allah SWT dan
tak ada selain Allah SWT yang dapat memberikan nikmat dan karunia tersebut.
-
Dengan lisan
Yaitu dengan cara mengucapkan Alhamdulillah, mengucapkan
lafal-lafal dzikir lainnya, membaca al-quran, membaca buku ilmu pengetahuan dan
amal ma’ruf nahi munkar dan senantiasa nasehat menasehati dalam kebenaran dan
kesabaran.
-
Dengan perbuatan
Yaitu dengan cara melaksanakan segala ibadah yang
diperintahkan Allah SWT kepada kita dan menjauhi segala perbuatan yang dilarang
Allah. Syukur dengan perbuatan seperti sholat, belajar, membantu orang tua,
berbuat baik terhadap sesama manusia dan makhluk-makhluk Allah, dan menghormati
guru.
-
Dengan harta benda
Yaitu dengan cara menafkahkan dan membelanjakan harta benda
yang telah Allah rizkikan kepada kita untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat
bagi kehidupan dunia dan akhirat.
2.
Husnudzan kepada diri kita senidiri
a.
Percaya diri
Segala kemampuan yang kita miliki
merupakan karunia Allah yang harus kita syukuri. Oleh karena itu, kemampuan
yang kita miliki harus kita manfaatkan sebaik mungkin. Kemampuan yang kita
miliki akan menjadi tidak berarti apabila kita tidak percaya diri terhadap kemampuan
yang kita miliki.
Seseorang yang percaya diri tentu akan
yakin terhadap kemampuan dirinya, sehingga di berani untuk menggunakan dan
memanfaatkan kemampuannya dan mendapatkan hasil atas kemampuan yang ia
usahakannya.
b. Gigih
Pengertian gigih secara bahasa yaitu
bersikap kerja keras. Gigis secara istilah berarti mempunyai semangat hidup,
tidak mengenal lelah, dan tidak menyerah. Gigih juga bisa diartikan kemauan
kuat seseorang dalam usaha mencapai sesuatu cita-cita.
Gigih sebagai salah satu dari akhlakul
karimah sangat diperlukan dalam suatu usaha. Jika ingin mencapai suatu hasil
yang maksimal, suatu usaha harus dilakukan dengan gigih, dan penuh kesungguhan
hati. Setiap muslim wajib memilki sifat dan sikap gigih. Gigih dalam beribadah,
gigih alam belajar untuk mencapai cita-cita dan gigih dalam mencari rezeki
untuk mencukupi kebutuhan hidup. Diperintahkan dalam sabda Rasulullah SAW:
اَلْمُؤْمِنُُ الْقَوِيُ خَيْرٌ وَ اَحَبُّ اِلى اللهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَ فِى كُلِّ
خَيْرٌاِخْرِصْ عَلى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَ لاَ
تَعْجِرْ ..........
(رواه مسلم)
Artinya:
“Mukmin yang kuat lebih bagus dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin
yang lemah, namun pada masing-masing ada kebaikannya. Bersemangatlah kamu
mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi kamu, mohonlah pertolongan kepada Allah
dan janganlah kamu merasa tak berdaya …” (HR Muslim)
c.
Berinisiatif
Inisiatif secara
bahasa berasal dari bahasa Belanda yang berarti prakarsa, perintis jalan
sebagai pelopor atau langkah pertama atau teladan. Inisiatif bisa dipahami
sebagai sikap yang senantiasa berbuat sesuatu yang sifatnya produktif.
Berinisiatif menuntut sikap bekerja keras dan etos kerja yang tinggi. Seseorang
yang memiliki inisiatif disebut inisiator.
Islam mengajarkan
umatnya untuk selalu berbuat yang produktif. Artinya fokuskan pada satu
pekerjaan, jika telah selesai kerjakan yang lain. Tentu tidak hanya kerja keras
saja melainkan dengan ketekunan, ketelitian, penguasaan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, senantiasa mengefisienskan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan atau
permasalahan. Cara dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut diatas disebut
produktivitas kerja. Senantiasa menghasilkan etos kerjanya untuk menghasilkan
yang lebih baik.
d. Rela
berkorban
Rela berarti bersedia
dengan ikhlas hati, tidak mengharapkan imbalan atau dengan kemaun sendiri.
Berkorban berarti memiliki sesuatu yang dimiliki sekalipun menimbulkan
penderitaan bagi dirinya sendiri. Rela berkorban dalam kehidupan masyarakat
berati bersedia dengan ikhlas memberikan sesuatu (tenaga, harta, atau
pemikiran) untuk kepentingan orang lain atau masyarakat. Walaupun dengan
berkorban akan menimbulkan cobaan penderitaan bagi dirinya sendiri.
3. Husnudzan
kepada orang lain
a.
Terhadap Keluarga
b. Terhadap
Tetangga
c.
Terhadap Masyarakat
E. Pengertian Taubat
Kata
taubat berasal dari bahasa arab ﺘﻭﺒﺔ
, yang artinya kembali. Orang yang
bertaubat kepada Allah adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju sesuatu,
kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat yang terpuji, kembali dari
larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat menuju taat, kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang
diridhai-Nya, kembali dari saling bertentangan menuju saling menjaga persatuan,
kembali kepada Allah setelah meninggalkan-Nya dan kembali taat setelah
melanggar larangan-Nya.
Hidup suci dalam islam bisa diraih
oleh siapa saja, bahkan orang jahat
sekalipun, asal dia bersedia untuk bertaubat dan bersungguh-sungguh. Bagi Allah, kesalehan bukan karena sama sekali tidak berbuat dosa, akan tetapi orang yang saleh adalah orang yang setiap kali berbuat dosa dia menyesali
dan selanjutnya tak mengulangi perbuatan tadi. Pepatah Arab menegaskan : "Manusia adalah tempat salah dan lupa". Pepatah di atas
bukan berarti manusia dibiarkan untuk selalu berbuat salah dan dosa, akan
tetapi kesalahan pada diri
manusia harus ditebus dengan tobat, penyesalan dan penghentian. Rasulullah bersabda : Setiap anak Adam sering
berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang
bertaubat.(H.R. Tirmidzi)
Taubat yang sungguh-sungguh di mata Allah adalah
pembersihan diri yang sangat dicintai. Dalam Islam, pertaubatan bukan melalui
orang lain,
tetapi dari diri sendiri secara langsung kepada Allah. Apalagi, Islam tidak mengenal penebusan dosa dengan sejumlah uang. Islam sungguh sangat berbeda dengan cara-cara pertaubatan dibanding agama-agama lain. Islam memandang, pertaubatan adalah persoalan yang sangat personal antara seorang hamba
dengan Tuhannya. Tuhan dalam Islam adalah Tuhan yang bisa didekati sedekat
mungkin, bukan tuhan yang berada di atas langit, tak terjangkau. Sabda
Rasulullah saw:
"Sesungguhnya Allah lebih suka menerima tobat hamba-Nya melebihi dari kesenangan seseorang yang menemukan
kembali untanya yang hilang di tengah hutan." (H.R. Bukhori dan Muslim)
Islam tidak menganggap taubat sebagai langkah terlambat
kapanpun kesadaran itu muncul. Hisab (perhitungan) akan amal-amal buruk kita di
mata Allah akan terhapus dengan taubat kita. Sabda Nabi saw :
Siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan
menerima taubat dan memaafkannya.? (H.R. Muslim)
Bertaubat dijadikan
amalan dzikir oleh Rasulullah setiap hari. Beliau selalu beristighfar walaupun
tidak melakukan dosa. Karena lewat istighfar, Nabi memohon ampun dan
mengungkapkan kerendahan hati yang sangat dalam di hadapan yang Maha Agung.
Sabda Nabi : Hai sekalian manusia, bertaubatlah kamu kepada Allah dan mintalah ampun kepada-Nya, maka sesungguhnya saya bertaubat dan beristighfar tiap
hari 100 kali. (H.R. Muslim)
Rasulullah saw adalah
sebaik-baik manusia yang diciptakan oleh
Allah swt. dan sekaligus sebagai suri teladan bagi umatnya. Beliau
manusia yang ma’sum, tidak pernah meninggalkan perintah Allah dan tidak pernah
pula melanggar perintah-Nya. Sekalipun demikian beliau selalu meminta ampun
kepada Allah. Dan logikanya, kita mesti lebih banyak lagi minta ampun kepada
Allah, sebab kita tidak akan luput dari dosa, tetapi sebaik-baik orang yang
berbuat salah dan dosa adalah yang bertaubat.
Firman Allah : “Katakanlah
! Hai hamba-hamba-Ku yang berdosa terhadap jiwanya sendiri, janganlah kamu berputus
asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya
Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-Zumar : 53)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan
seikhlas-ikhlas taubat, semoga Tuhan mu akan menghapuskan dari kamu akibat
kejahatan
perbuatan-perbuatanmu,
dan akan memasukkan kamu ke dalam surga yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai. (Q.S. al Thalaq : 8)
F. Penggolongan Taubat
Secara umum, para
ulama membagi taubat menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :
1.
Taubat Awam (taubat manusia umum) : yaitu taubat
manusia secara umum. Yang dimaksud ialah bahwa hati seseorang tunduk dikarenakan
dirinya telah melakukan perbuatan salah dan dosa. Dia menyebut-nyebut dosa yang
telah dilakukannya di hadapan Allah swt. Hatinya bergetar menyesali yang telah
lalu dan dia tidak melakukannya kembali untuk kedua kalinya, serta dia berusaha
memperbaiki dirinya.
2.
Taubat Khawash (taubat orang – orang khusus) : taubat tingkat ini sebagai pertanda meningkatnya makrifah manusia kepada Allah. Mereka merasa malu
dikarenakan telah melakukan perbuatan-perbuatan yang
makruh.
3.
Taubat Akhash al–Khawash : tingkatan taubat yang
paling tinggi ialah taubat akhash al–khawash. Taubat Rasulullah manakala dia berkata, “sesungguhnya ini adalah kebodohan pada hatiku, dan sesungguhnya aku akan memohon ampun kepada Allah sebanyak tujuh puluh kali
dalam sehari. Dengan kata lain, untuk membersihkan hatinya dari menaruh perhatian kepada selain Allah, Rasulullah beristighfar kepada
Allah.
G. Tata Cara untuk Bertaubat
Untuk melakukan
taubat yang sempurna, seseorang yang bersalah harus memenuhi lima tahapan,
yaitu :
1.
Menyadari kesalahan, karena seseorang tidak mungkin
bertaubat kalau dia tidak menyadari kesalahannya atau tidak merasa bersalah.
Disinilah perlunya seorang muslim mempelajari ajaran islam, terutama tentang
perintah yang wajib diikutinya dan larangan yang wajib ditinggalkannya. Dan
disini pulalah pentingnya saling mengingatkan sesama muslim.
2.
Menyesali kesalahan, menyesal itu adalah taubat.
Sekalipun seseorang tahu bahwa dia bersalah tetapi dia tidak menyesal telah
melakukannya maka orang tadi belumlah dikatakan bertaubat.
3.
Memohon ampun kepada Allah (istighfar), dengan
keyakinan atau husnudzan bahwa Allah akan mengampuninya. Semakin banyak dan
sering mengucapkan istighfar kepada Allah swt. semakin baik. Rasulullah saw.
bersabda : “Tidak ada dosa besar dengan istighfar, dan tidak ada dosa yang
kecil kalau di ulang-ulang”. (H.R. at-Thabrani)
4.
Berjanji tidak akan mengulanginya, janji itu harus
keluar dari hati nuraninya dengan sejujurnya, tidak hanya di mulut, sementara
dalam hati masih tersimpan niat untuk mengerjakan dosa itu sewaktu-waktu.
Betapapun kecilnya dosa itu, tapi kalau dikerjakan berulang-ulang tentu
lama-lama akan menjadi gunung dan kualitasnya sama dengan dosa besar.
5.
Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh,
untuk membuktikan bahwa dia benar-benar telah bertaubat.
H. JenisDosa dan Cara Taubatnya
Secara umum
perbuatan dosa dikelompokan menjadi empat bagian, yaitu :
1.
Dosa yang berkaitan dengan hak Allah ; seperti
berkata dusta, meninggalkan shalat lima waktu, berbuat syirik, meminum khamar,
berjudi, main perempuan, menyaksikan film-film yang mengundang syahwat adalah
termasuk dosa besar yang berkaitan dengan hak Allah. Untuk bertaubat dari dosa
yang semacam ini seseorang harus berhenti dari perbuatan dosa tersebut dan
menyesali perbuatan yang telah dilakukan, memperbaiki diri dan tidak melakukan
dosa yang sama untuk kedua kalinya.
2.
Dosa yang berkaitan dengan hak Allah namun hak
Allah yang wajib ditutupi atau diqada, seperti orang yang tidak mengerjakan
puasa. Perbuatan meninggalkan puasa adalah dosa besar, sehingga apabila
seseorang meninggalkan satu hari puasa dengan sengaja, maka dia harus berpuasa
selama enam puluh hari sebagai kaffarah dari perbuatannya. Disamping juga harus
mengqada puasa yang ditinggalkannya atau dia memberi makan enam orang miskin.
Adapun jika seseorang tidak membayar zakat pada hakikatnya dia tengah memakan
api neraka.
3.
Dosa yang terkait dengan hak manusia yang tidak
membutuhkan kepada pengganti. Dosa jenis ini seperti ghibah, mengumpat,
mencari-cari kesalahan orang lain atau menggunjing. Perbuatan tersebut termasuk
dosa besar. Pada hari kiamat orang-orang yang suka mengumpat dan menuduh akan
diletakkan di atas darah dan nanah selama lima puluh ribu tahun, kemudian
setelah ini mereka dipindahkan ke dalam neraka Jahanam. Namun, jika mereka
bertaubat dan menyesali apa yang telah mereka lakukan, serta memperbaiki
dirinya, maka pasti Allah akan mengampuninya. Sehingga dia kembali menjadi
seperti seorang bayi yang baru dilahirkan. Dan jika dia bisa menghilangkan
tuduhan yang telah dia alamatkan kepada orang lain dan menjaga martabat mereka,
serta pergi ke setiap orang yang telah diumpatnya untuk meminta maaf, hal yang
demikian merupakan perbuatan yang baik.
4.
Dosa yang berkaitan dengan hak manusia, yang wajib
dikembalikan kepada mereka. Kategori jenis ini diantaranya memakan harta orang
lain, walaupun hanya sekadar satu karat atau hanya sebutir gandum. Setiap orang
yang memakan harta orang lain dengan cara bathil, maka pada hari kiamat dia
akan datang dengan membawa harta itu di pundaknya. Dia dihadirkan pada hari
kiamat ke barisan padang mahsyar dengan dipermalukan. Namun demikian masih ada
taubatnya, dengan cara mengembalikan harta orang lain yang telah diambilnya
kemudian menyesali atas apa yang telah terjadi dan tidak memakan harta haram
lagi.
I. Keutamaan Taubat
1.
Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla.
2.
Taubat merupakan sebab keberuntungan.
3.
Taubat menjadi sebab diterimanya
amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas kesalahan-kesalahannya.
4.
Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan
dari siksa
neraka.
5.
Taubat adalah sebab
mendapatkan ampunan dan rahmat.
6.
Taubat merupakan
sebab berbagai
kejelekan
diganti
dengan berbagai
kebaikan.
7.
Taubat menjadi sebab untuk meraih
segala macam kebaikan.
8.
Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan
pahala yang
besar.
9.
Taubat merupakan
sebab turunnya barakah dari atas langit
serta bertambahnya kekuatan.
10.
Malaikat mendoakan
orang-orang yang bertaubat.
11.
Ia termasuk taat kepada
kehendak Allah ‘azza wa jalla.
12.
Allah lebih
bergembira
dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia
mau bertaubat.
13. Taubat juga
menjadi sebab hati menjadi bersinar dan bercahaya. Rasulullah
bersabda yang artinya:
Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat dosa
maka
di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah gambaran yang disebutkan Allah.
J. Taubat Nasuha
Taubat yang diperintahkan agar dilakukan oleh kaum mu’mininadalah taubat
nasuha (yang semurni – murninya) seperti disebut dalam Al-quran : “Hai orang – orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni – murninya” (QS. At-tahrim: 8).
Sedangkan nasuha adalah redaksi hiperbolik dari kata nashiih. Dikatakan dalam
bahasa Arab “nashaha al’asal” jika madu itu murni, tidak mengandung campuran. Sedangkan
kesungguhan dalam bertubat
adalah seperti
kesungguhan dalam beribadah. Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, dan Ibnu Qayyim menyebutkan dari Umar, Ibnu Mas’ud serta
Ubay bin Ka’b r.a. bahwa pengertian taubat Nasuha adalah seseorang yang bertaubat dari dosanya dan ia
tidak melakukan dosa itu
lagi, seperti susu tidak kembali ke payudara hewan. Sa’id bin Musayyab berkata: taubat nasuha adalah
agar engkau menasehati diri
kalian sendiri.
Ciri–ciri
taubat Nasuha, yaitu menyesal atas dosa atau maksiat
yang dilakukan, berniat
dengan sungguh–sungguh tidak akan mengulanginya lagi, dan memohon
taubat
kepada Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Husnudzan sebagai bentuk kesadaran diri hamba kepada Tuhan.
Allah yang memberikan manfaat ataupun mudarat, yang menyenangkan atau yang
menyusahkan, meluaskan rezeki atau menyempitkan. Husnudzan sebagai wujud akhlak
terpuji yang harus diamalkan secara nyata oleh setiap muslim.
Sikap Husnudzan akan melahirkan keyakinan bahwa segala
kenikmatan dan kebaikan yang diterima manusia adalah berasal dari Allah.
Manusia harus yakin bahwa Allah memberikan apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Jangan mencari jalan lain yang hanya memuaskan nafsu sesaat dan melupakan
kebenaran yang akan membawa kesengsaraan hidup. Segala sesuatu yang berasal
dari Allah pasti baik, sekalipun pada saat itu manusia belum dapat mengambil
kebaikan yang ada di dalamnya.
Setiap mukmin harus menyadari bahwa setelah berbuat
kesalahan atau kemaksiatan dia harus segera bertaubat kepada Allah swt. dengan
cara mengiringi dengan amal shaleh. Janganlah menunda-nundanya. Bahkan seorang
muslim dianjurkan untuk selalu bertaubat kepada Allah sekalipun dia tidak
mengetahui kesalahannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bertaubat adalah menyadari
kesalahan, menyesali kesalahan, memohon ampun kepada Allah, berjanji tidak akan
mengulanginya, menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh.
Setiap
manusia sudah seharusnya selalu mengingat taubat tetap tumbuh di dalam hati
setiap muslim sampai meninggal dunia. Hati setiap muslim wajib senantiasa
bergetar di hadapan keagungan Allah dzat Yang Maha menerima taubat hambanya.
B. Kritik dan Saran
Kami tahu dan sadar bahwa semua manusia tidak ada
yang semourna,kesempurnaan hanya milik Allah SWT,begitu pula dengan kami dalam penulisan makalah
ini,tentu ssaja tidak luput dari segala kesalahan ,maka dari itu kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki segala kekhilafan yang kami lakukan
DAFTAR
PUSTAKA
Roly Abdul Rahman, Drs. MAg, M. Khamzah, Drs. MAg,
Menjaga Akidah dan Akhlak, kelas X Madrasah Aliyah, solo, Tiga serangkai.
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=923:taubat&catid=1:tanya-jawab
http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&biw=&bih=&q=husnudzan&meta=&oq=husnudzan&aq=0&aqi=g2g-s6g1&aql=&gs_sm=c&gs_upl=20763l23499l0l27607l9l8l0l0l0l0l2713l7387l0.2.1.0.2.1.9-2l8l0