• About
  • Parent Page
  • Archives
  • Uncategorized
  • BIOGRAFI SUNAN AMPEL


    Sunan Ampel putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Pada masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia dilahirkan pada tahun 1401 M di Campa dari seorang ibu keturunan Raja Campa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Nama Ampel sendiri diidentikkan pada sebuah tempat ia bermukim yaitu di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya ( kota Wonokromo sekarang).
    Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar resensi I) nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Beliau datang ke Majapahit menengok kakaknya yang diambil isteri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara. Dipati Hangrok telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan isteri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki [yang diduga adalah Raden Patah]. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Putri Pasai kemudian diserahkan sebagai isteri bagi putera raja Bali, yang wafat ketika Putri Pasai mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri. Putri Pasai kembali ke Majapahit, kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta ijin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristerikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai isteri oleh Sunan Kudus, sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum.
    Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya. Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari Ahmad al-Muhajir, Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.
    Ada beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama adiknya bernama Sayid Ali Murtadha. Pada tahun 1440 sebelum sampai ke Pulau Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit untuk menemui bibinya seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
    Setelah itu, Sunan Ampel menikah dengan putri adipati Tuban yang bernama Nyai Ageng Manila. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai empat orang anak yaitu Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan seorang putri yang kemudian menjadi Istri dari Sunan Kalijaga. Salah seorang keturunannya yang menjadi penerus usaha dakwahnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat.
    Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut serta dalam pembentukan kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit untuk menjadi Sultan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar Al Fatah pada tahun 1475 M. Semasa hidup Sunan Ampel beliau juga ikut mendirikan Masjid Agung demak yang dibangun kira-kira pada tahun Saka 1401 atau kira-kira bertepatan dengan tahun Masehi 1479. Ada pula yang berpendapat bahwa berdirinya masjid Demak adalah berdasarkan candrasengkala yang berbunyi : "Kori Trus Gunaning Janmi" yang artinya adalah tahun Saka 1399 atau bertepatan dengan tahun 1477 M. Adapun berdirinya kerajaan Bintoro Demak bersengkala "Geni Mati Siniram Janmi", yang artinya api mati disiram orang.
    Ampel Denta merupakan daerah rawa, yang dihadiahkan Raja Majapahit kepadanya. Disinilah ia membangun dan mengembangkan pondok pesantren yang dikenal dengan Pesantren Ampel Denta. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya untuk membantu mendirikan lembaga pendidikan tersebut. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Sunan Ampel pula yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.” Istilah ini sarat dengan makna moral yang sangat dalam, sehingga masih dipertahankan di dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya.

    Usaha keras Sunan Ampel dalam pengembangan masyarakat Islam membuahkan hasil. Hal ini diketahui dari banyaknya penduduk sekitar dan luar Ampel Denta yang datang belajar ke pondok pesantren, sehingga daerah tersebut menjadi pusat pendidikan agama Islam. Di kota inilah, Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya Jawa Timur.



    SILSILAH
    Sunan Ampel (Raden Rahmat, Sayyid Ahmad Rahmatillah)
    bin
    Maulana Malik Ibrahim (Ibrahim Asmoro)
    bin
    Syaikh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khan)
    bin
    Ahmad Jalaludin Khan
    bin
    Abdullah Khan
    bin
    Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad,India)
    bin
    Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut)
    bin
    bin
    Ali Kholi' Qosam
    bin
    Alawi Ats-Tsani
    bin
    Muhammad Sohibus Saumi'ah
    bin
    Alawi Awwal
    bin
    Ubaidullah
    bin
    bin
    Isa Ar-Rumi
    bin
    Muhammad An-Naqib
    bin
    bin
    bin
    bin
    bin
    bin
    bin

    0 Comment blog vaenggg :

    Posting Komentar