PANCASILA PADA ORDE BARU DAN REFORMASI
MAKALAH
PANCASILA PADA ORDE BARU DAN
REFORMASI
Disusun Oleh :
1.
Elsha Anith Romauli S.
2.
Elva Norlianti
3.
Muhammad Achrizal H.
4.
Rahmaida Noviani
6.
Yulina
PROGRAM STUDI FARMASI S-1
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul
“Pancasila Pada Orde Baru dan Reformasi”. Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah pancasila.
Dalam penyusunan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari semua
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima
kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Banjarbaru, 14 Oktober 2014
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1
LATAR BELAKANG............................................................................ 1
1.2
RUMUSAN MASALAH........................................................................ 2
1.3 TUJUAN.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 4
2.1
PENGERTIAN PANCASILA................................................................ 4
2.2 PANCASILA DALAM PERSPEKTIF
ORDE BARU......................... 5
2.3
PANCASILA DALAM PERSPEKTIF REFORMASI…………………. 8
2.4 PERBANDINGAN PANCASILA ORDE BARU
DAN REFORMASI.. 13
BAB III PENUTUP..................................................................................... 17
3.1
KESIMPULAN....................................................................................... 17
3.2
SARAN.................................................................................................... 17
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di setiap masa, pancasila mengalami perkembangan terutama
dalam mengartikan Pancasila itu sendiri. Pada masa orde baru, yaitu kepemimpinan Presiden
Soeharto, Pancasila dijadikan sebagai indoktrinasi. Pancasila dijadikan oleh
Soeharto sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya. Ada beberapa metode
yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila, yaitu pertama, melalui ajaran P4
yang dilakukan di sekolah-sekolah, melalui pembekalan atau seminar.
Kedua, asas tunggal, yaitu Soeharto membolehkan rakyat untuk membentuk
organisasi tetapi harus berasaskan Pancasila yang merupakan Pancasila versi
Soeharto. Ketiga, stabilisasi yaitu Soeharto melarang adanya kritikan yang
dapat menjatuhkan pemerintah. Jadi Soeharto beranggapan bahwa kritik terhadap
pemerintah menyebabkan ketidakstabilan di dalam negara. Dalam
menstabilkannya, Soeharto menggunakan kekuatan militer sehingga tidak ada yang
berani untuk mengkritik pemerintah. Maka muncul penentang-penentang terhadap
Pancasila, yaitu mereka lebih ke gerakan bawah tanah. Dan penentangnya hampir
sama dengan penentang di masa orde lama. Salah satunya kelompok komunis.
Soeharto dalam menjalankan Pancasila melakukan beberapa
penyelewengan, yaitu Soeharto menerapkan demokrasi sentralistik, demokrasi yang
berpusat di tangan pemerintah. Selain itu, Soeharto memegang kendali terhadap
lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif sehingga peraturan yang dibuat
harus sesuai dengan persetujuan Soeharto. Dan juga Soeharto melemahkan
aspek-aspek demokrasi terutama pers karena dapat membahayakan kekuasaan
Soeharto. Maka Soeharo membentuk Departemen penerangan atau lembaga sensor
secara besar-besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak menjatuhkan
pemerintah. Penyelewengan yang lain adalah Soeharto melanggengkan korupsi,
kolusi dan nepotisme sehingga pada masa ini banyak pejabat negara yang
melakukan korupsi dan juga pada masa ini negara Indonesia mengalami krisis moneter.
Sedangkan pada masa reformasi, Pancasila sebagai
re-interprestasi, yaitu Pancasila harus selalu di interprestasikan kembali
sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam menginterprestasikannya harus relevan
dan kontekstual. Berarti harus sinkron atau sesuai dengan kenyataan atau zaman
pada saat itu.
Pancasila pada masa reformasi tidak jauh berbeda dengan
Pancasila pada masa orde baru dan orde lama, yaitu tetap ada tantangan yang
harus dihadapi. Tantangan itu adalah KKN, yang merupakan masalah yang sangat
berat dan sulit untuk dituntaskan. Apalagi pada masa ini korupsi benar-benar
merajalela. Para pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi.
Mereka malah bangga, dengan ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK
dengan melambaikan tangan serta tersenyum, seperti artis yang baru terkenal.
Ini merupakan masalah yang benar-benar harus diselesaikan. Selain KKN,
globalisasi menjadi racun bagi bangsa Indonesia karena semakin lama ideologi
Pancasila tergerus dengan ideologi liberal dan kapitalis. Ditambah lagi
tantangan pada masa ini bersifat terbuka, lebih bebas dan nyata. Oleh sebab itu, kita harus melaksanakan Pancasila sesuai
dengan nilai-nilai dikandungnya, serta mengembangkan toleransi dan plurralisme
di dalam diri kita masing-masing. Oleh karena itu, makalah ini
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan tentang sejarah pancasila pada masa
orde baru dan reformasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah :
1.
Apa yang dimaksud dengan pancasila?
2.
Bagaimana perkembangan pancasila pada
masa orde baru?
3.
Bagaimana perkembangan pancasila pada
masa reformasi?
4.
Bagaimana perbandingan pancasila pada
masa orde baru dan reformasi?
1.3 TUJUAN
Tujuan
dari makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengertian pancasila.
2.
Untuk mengetahui perkembangan pancasila
pada masa orde baru.
3.
Untuk mengetahui perkembangan pancasila
pada masa reformasi.
4.
Untuk mengetahui perbandingan pancasila
pada masa orde baru dan reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PANCASILA
Istilah
“Pancasila” telah dikenal di Indonesia sejak zaman majapahit abad XIV,
yaitu.terdapat pada buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca dan dalam buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Tetapi baru dikenal oleh bangsa Indonesia
sejak tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada waktu Ir. Soekarno mengusulkan Pancasila
sebagai dasar negara dalam sidang Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.
1.
Dari
Segi Etimologi (Menurut Lughatiya)
Pancasila berasal dari bahasa
Sansekerta (bahasa Brahmana India) yang artinya :
a. Panca = Lima
b. Sila / syila = batu sendi, ulas atau
dasar
Jadi, pancasila adalah lima batu sendi.
Atau
Panca = lima
Sila / syila = tingkah laku yang baik
Jadi, pancasila adalah lima tingkah laku yang baik.
2.
Dari
segi Terminologi
Istilah “Pancasila” di dalam
“Falsafah Negara Indonesia” mempunyai pengertian sebagai nama dari 5 dasar
negara RI, yang pernah diusulkan oleh Bung Karno atas petunjuk Mr. Moh. Yamin
pada tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada saat bangsa Indonesia sedang menggali apa
yang akan dijadikan dasar negara yang akan didirikan pada waktu itu. Lima dasar
negara yang diberikan nama Pancasila oleh Bung Karno, ialah :
a. Kebangsaan
b. Prikemanusiaan
c. Mufakat
d. Kesejahteraan Sosial
e. Ketuhanan YME
Setelah
bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945,
disusunlah suatu UUD pada 18 Agustus 1945 yang di dalam pembukaannya tercantum
lima dasar Negara R.I. Ia Pancasila adalah lima dasar negara yang tercantum
dalam pembukaan UUD ’45, yaitu dasar:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
e. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
2.2 PANCASILA
DALAM PERSPEKTIF ORDE BARU
Orde baru muncul dengan tekad untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Semangat
tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya
yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan.
Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang
terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai alat
pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto.
Seperti rezim otoriter pada umumnya
lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru sebagai alat untuk membenarkan
dan memperkuat otoritarianisme negara.Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru
kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan memperkuat
otoritarianisme negara. Maka dari itu Pancasila perlu disosialisasikan sebagai
doktrin komprehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi
atas segala tindakan pemerintah yang berkuasa.dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut
dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan Pancasila sampai
dengan Penataran P4.
Upaya pengkultusan terhadap pancasila
dilakukan pemerintah orde baru guna memperoleh kontrol sepenuhnya atas
Pancasila dan UUD 1945.Pemerintah orde baru menempatkan Pancasila dan UUD 1945
sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak boleh diganggu gugat. Penafsiran
dan implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka, serta UUD 1945
sebagai landasan konstitusi berada di tangan negara.Pengkultusan
Pancasila juga tercermin dari penetapan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal
1 Oktober sebagai peringatan atas kegagalan G 30 S/PKI dalam upayanya
menggantikan Pancasila dengan ideologi komunis.
Retorika mengenai
persatuan kesatuan menyebabkan pemikiran bangsa Indonesia yang sangat plural
kemudian diseragamkan.Uniformitas menjadi hasil konkrit dari kebijakan
politik pembangunan yang unilateral.Gagasan mengenai pluralisme tidak
mendapatkan tempat untuk didiskusikan secara intensif. Sebagai pucaknya, pada tahun 1985 seluruh organisasi
sosial politik digiring oleh hukum untuk menerima Pancasila sebagai
satu-satunya dasar filosofis, sebagai asas tunggal dan setiap warga negara yang
mengabaikan Pancasila atau setiap organisasi sosial yang menolak Pancasila
sebagai asas tunggal akan dicap sebagai penghianat atau penghasut.Dengan demikian, jelaslah bahwa Orde Baru tidak hanya
memonopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli kebenaran. Sikap politik
masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya
diperlakukan sebagai pelaku tindak kriminal atau subversif.
Pada
era Orde Baru, selain dengan melakukan pengkultusan terhadap Pancasila, pemerintah
secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR NO
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di
sekolah dan di masyarakat. Siswa, mahasiswa, organisasi sosial, dan
lembaga-lembaga negara diwajibkan untuk melaksanakan penataran P4.Tujuan dari penataran P4 antara lain
adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga
dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan
terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut
maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah
Orde Baru. Selain sosialisasi nilai Pancasila dan
menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan penataran
juga disampaikan pemahaman terhadap Undang- Undang Dasar 1945 dan Garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Pelaksanaan penataran P4 sendiri menjadi tanggung jawab
dari Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP7).
Akan
tetapi cara melakukan pendidikan semacam itu,
terutama bagi generasi muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai
luhur, setelah dikemas dalam penataran P4, ternyata justru mematikan hati
nurani generasi muda terhadap makna dari nilai luhur Pancasila tersebut.
Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang doktriner tidak
disertai dengan keteladanan yang benar. Setiap hari para pemimpin
berpidato dengan selalu mengucapkan kata-kata Pancasila dan UUD1945, tetapi
dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang
mereka katakan. Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk bagi
para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara,
karena masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain
(rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para pemimpin.
Atau dengan kata lain Pancasila hanya digunakan sebagai slogan yang menunjukkan
kesetiaan semu terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.
Kecenderungan
orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang komprehensif terlihat
pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan norma dan karena itu
harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat. Pada akhirnya,
pandangan tersebut bermuara pada keadaan yang disebut dengan perfeksionisme
negara. Negara perfeksionis adalah negara yang merasa tahu apa yang benar
dan apa yang salah bagi masyarakatnya, dan kemudian melakukan usaha-usaha
sistematis agar ‘kebenaran’ yang dipahami negara itu dapat diberlakukan dalam
masyarakatnya. Sehingga formulasi kebenaran yang kemudian muncul adalah sesuatu
dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya
sesuatu dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa.
2.3 PANCASILA
DALAM PERSPEKTIF REFORMASI
Makna serta pengertian reformasi
dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan
perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan
pengertian reformasi itu sendiri. Hal tersebut terbukti dengan maraknya gerakan
masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang
tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya pemaksaan kehendak
dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga (baik negeri maupun
swasta), memaksa untuk mengganti pejabat dalam suatu instansi, melakukan perusakan,
bahkan yang paling memprihatinkan adalah melakukan pengerahan massa dengan
merusak dan membakar toko-toko, pusat-pusat kegiatan ekonimi, kantor instansi
pemerintah, fasilitas umum, kantor pos, kantor bank disertai dengan penjarahan
dan penganiayaan. Oleh karena itu, makna reformasi itu harus benar-benar
diletakkan dalam pengertian yang sebenarnya sehingga agenda reformasi itu
benar-benar sesuai tujuannya.
Makna reformasi secara etimologis
berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang secara semantik
bermakna make or become better by removing or putting right what is bad or
wrong (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, 1980, dalam
Wibisono, 1998: Secara harfiah reformasi memiliki makna: suatu gerakan untuk
memformat ulang, menata ulang, atau menata kembali hal-hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang dicita-citakan rakyat. Gerakan reformasi di lakukan dengan syarat –
syarat, sebagai berikut :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan
karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan Orde Baru
banyak terjadi penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi nepotisme,
kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat Pembukaan UUD
1945 serta batang tubuh UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan
harus dengan suatu cita-cita yang jelas atau landasan ideologis tertentu (dalam
hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia). landasan
ideologis yang jelas, maka gerakan reformasi akan mengarah pada anarkisme,
disintegrasi bangsa, dan akhirnya jatuh pada suatu kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang
terjadi di Uni Sovyet dan Yugoslavia.
3. Suatu gerakana reformasi dilakukan
dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu (dalam hal ini UUD)
sebagai kerangka acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya merupakan gerakan
untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan
struktural yang ada karena adanya suatu penyimpangan.
Maka reformasi akan mengembalikan
pada dasar serta sistem nehara demokrasi bahwa kedaulatan adalah di tangan
rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus
mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti
yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus
adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa,
serta legalitas dalam arti hukum.Oleh karena itu, reformasi sendiri harus
berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas.Selain itu, reformasi harus
diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparansi dalam setiap kebijaksanaan
dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal tersebut
merupakan manifestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan
untuk rakyatlah segala aspek kegiatan negara.
Reformasi dilakukan ke arah suatu
perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang
dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat
yang lebih baik dalam segala aspeknya, antara lain di bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, serta kehidupan beragama. Dengan kata lain, reformasi harus
dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai
manusia.
Reformasi dilakukan dengan suatu
dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta
terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam perjalanan sejarah Pancasila
sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang
sebenarnya. Pada masa Orde Lama, terjadi pelaksanaan negara yang secara jelas
menyimpang bahkan bertentangan, misalnya Manipol Usdek dan Nasakom yang
bertentangan dengan Pancasila, pengangkatan Presiden seumur hidup, serta
praktek-praktek kekuasaan diktator. Pada masa Orde Baru, Pancasila digunakan
sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga kedudukan Pancasila
sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek kebijaksanaan pelaksana penguasa
negara.Misalnya, setiap kebijaksanaan penguasa negara senantiasa berlindung di
balik ideologi Pancasila, sehingga mengakibatkan setiap warga negara yang tidak
mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila.Asas
kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam nilai Pancasila disalahgunakan
menjadi praktek nepotisme sehingga merajalela kolusi dan korupsi. Oleh karena
itu, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam perspektif Pancasila
sebagai landasan cita-cita dan ideologi (Hamengkubuwono X, 1998: 8). Sebab,
tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, suatu reformasi akan mengarah pada
suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya menuju pada
kehancuran bengsa dan negara Indonesia. Pada hakikatnya, reformasi dalam
perspektif Pancasila harus berdasarkan pada nilai-nilai:Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Reformasi yang Berketuhanan Yang
Maha Esa berarti bahwa suatu gerakan ke arah perubahan harus mengarah pada
suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk
Tuhan.Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa pada hakikatnya adalah
sebagai makhluk yang sempurna yang berakal budi, sehingga senantiasa bersifat
dinamis yang selalu melakukan suatu perubahan ke arah kehidupan yang lebih
baik.Oleh karena itu, reformasi harus berlandaskan moral religius dan hasil
reformasi harus meningkatkan kehidupan keagamaan.Reformasi yang dijiwai
nilai-nilai religius tidak membenarkan pengrusakan, penganiayaan, merugikan
orang lain, serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab berarti bahwa
reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab.
Oleh karena itu, reformasi harus dilandasi oleh moral yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, bahkan reformasi mentargetkan ke arah penataan kembali
suatu kehidupan negara yang menghargai hakrkat dan martabat manusia yang secara
jelas menghargai hak-hak asasi manusia. Reformasi menentang segala praktek
eksploitasi, penindasan oleh manusia terhadap manusia lain atau oleh suatu
golongan terhadap golongan lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Untuk
bangsa yang majemuk seperti bangsa Indonesia, semangat reformasi yang berdasar
pada kemanusiaan menentang praktek-praktek yang mengarah pada diskriminasi dan
dominasi sosial, baik alasan perbedaan suku, ras, asal-usul, maupun
agama.Reformasi yang dijiwai nilai-nilai kemanusiaan tidak membenarkan perilaku
yang biadab, seperti membakar, menganiaya, menjarah, memperkosa, dan
bentuk-bentuk kebrutalan lainnya yang mengarah pada praktek anarkisme.Reformasi
yang berkemanusiaan pun harus memberantas sampai tuntas masalah Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang telah sedemikian menakar pada kehidupan
kenegaraan pemerintahan Orde Baru. Persatuan Indonesia. Semangat reformasi
harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus menjamin tetap
tegaknya negara dan bangsa Indonesia.Reformasi harus menghindarkan diri dari
[raktek-praktek yang mengarah pada disintegrasi bangsa, upaya separatisme, baik
atas dasar kedaerahan, suku, maupun agama.Reformasi memiliki makna menata
kembali kehidupan bangsa dalam bernegara, sehingga reformasi harus mengarah pada
lebih kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa, dan reformasi juga harus
senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu bangsa Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.Semangat dan jiwa reformasi harus
berakar pada asas kerakyatan karena permasalahan dasar gerakan reformasi adalah
pada prinsip kerakyatan.Penataan kembali secara menyeluruh dalam segala aspek
pelaksanaan pemerintahan negara harus meletakkan kerakyatan sebagai
paradigmanya.Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara yang benar-benar bersifat
demokratis, artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam
negara.Oleh karena itu, semangat reformasi menentang segala bentuk penyimpangan
demokratis, seperti kediktatoran (baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung), feodalisme, maupun, totaliterianisme.Asas kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan menghendaki terwujudnya masyarakat demokratis.
Kecenderungan munculnya diktator mayoritas melalui aksi massa harus diarahkan
pada asas kebersamaan hidup rakyat agar tidak mengarah pada anarkisme. Oleh
karena itu, penataan kembali mekanisme demokrasi seperti pemilihan anggota DPR,
MPR, pelaksanaan Pemilu beserta perangkat perundang-undangan, pada hakikatnya
adalah untuk mengembalikan tatanan negara pada asas demokrasi yang bersumber
pada kerakyatan sebagaiman terkandung dalam sila keempat Pancasila.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Visi dasar reformasi haruslah jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan negara harus bertujuan untuk mewujudkan tujuan bersama sebagai negara hukum yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.Oleh karena itu, hendaklah disadari bahwa gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali pada hakikatnya bukan hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri, melainkan perubahan dan penataan demi kehidupan bersama yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi, peradilan yang benar-benar bebas dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum harus benar-benar dapat terwujudkan, sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta kewajibannya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan hukum terutama aparat pelaksana dan penegak hukum adalah merupakan target reformasi yang mendesak untuk terciptanya suatu keadilan dalam kehidupan rakyat.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Visi dasar reformasi haruslah jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan negara harus bertujuan untuk mewujudkan tujuan bersama sebagai negara hukum yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.Oleh karena itu, hendaklah disadari bahwa gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali pada hakikatnya bukan hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri, melainkan perubahan dan penataan demi kehidupan bersama yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi, peradilan yang benar-benar bebas dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum harus benar-benar dapat terwujudkan, sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta kewajibannya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan hukum terutama aparat pelaksana dan penegak hukum adalah merupakan target reformasi yang mendesak untuk terciptanya suatu keadilan dalam kehidupan rakyat.
Dalam perspektif Pancasila, gerakan
reformasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan
perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan Pancasila
dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara.Sebagai suatu ideologi yang
bersifat terbuka dan dinamis, Pancasila harus mampu mengantisipasi perkembangan
zaman, terutama perkembangan dinamika aspirasi rakyat. Nilai-nilai Pancasila
adalah ada pada filsafat hidup bangsa Indonesia, dan sebagai bangsa, maka akan
senantiasa memiliki perkembangan aspirasi sesuai tuntutan zaman. Oleh karena
itu, Pancasila sebagai sumber nilai, memiliki sifat yang reformatif, artinya
memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika
aspirasi rakyat, yang nilai-nilai esensialnya bersifat tetap, yaitu Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
2.4 PERBANDINGAN
PANCASILA DI ORDE BARU DAN ERA REFORMASI
Orde baru berkehendak ingin
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai
kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari
Pancasila melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau
Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde Baru berhasil mempertahankan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil mengatasi paham
komunis di Indonesia. Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat
mengecewakan. Beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila.
Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan
kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi
akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi
dimana-mana yang dilakukan oleh aparat
pemerintah atau negara.
Pancasila selama Orde Baru
diarahkan menjadi ideologi yang hanya menguntungkan satu
golongan, yaitu loyalitas tunggal pada
pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak
demokrasi dikekang.Sedangkan pada era reformasieksistensi Pancasila sejauh ini
masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang substansinya belum mampu
diwujudkan secara riil.
Reformasi belum berlansung dengan
baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana
mestinya.Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila, tetapi belum
memahami makna sesungguhnya.
Berbagai perubahan dilakukan untuk
memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah payung
ideologi Pancasila .Namun, faktanya masih banyak masalah sosial-ekonomi yang
belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi pun
dipertanyakan. Meskipun negara ini masih menjaga suatu konsensus dengan
menyatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa.Namun secara faktual, agaknya kita
harus mempertanyakannya kembali. Karena saat ini debat tentang masih relevan
atau tidaknya Pancasila dijadikan ideologi masih kerap terjadi. Pancasila
seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila
tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan
masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut
“terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman masa lalu yang buruk. Pancasila
ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran.Orang gamang untuk berbicara
Pancasila dan merasa tidak perlu untuk membicarakannya.
Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan
Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji
Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan
menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Pernyataan
ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis
tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai
pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih
aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5
persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan
hidup berbangsa dan bernegara.
Eksistensi Pancasila di era
reformasi ini mestinya menjadi dasar, acuan atau paradigma baru.Pancasila
adalah dasar negara yang sesuai dengan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam UUD 1945.Tetapi sekarang bangsa ini sering mengenyampingkan Pancasila. Padahal
reformasi yang benar justru melaksanakan atau mengamalkan Pancasila untuk
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Mungkin Rezim Reformasi
mempunyai cara sendiri mempraktikkan Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai
melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim
sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan.
Sesungguhnya jika dikatakan bahwa
rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya benar. Pernyataan
tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah
dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan
MPR RI No II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar
negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara. Dokumen kenegaraan lainnya adalah
Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004-2009. Salah satu kutipan dari dokumen tersebut menyatakan
bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia, bangsa Indonesia ke
depan perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini,
Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya
yang bertajuk "Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan
Pancasila" dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua pihak
untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena
berdasarkan Tap MPR No XVIII /MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip
Pancasila sebagai dasar negara.
Berdasar uraian di atas menunjukkan
bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan
Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian
pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan pancasila dalam bangunan
negara Indonesia.Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam
praktek kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan
Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu
bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari makalah ini adalah:
1. Pancasila
dari segi etimologi adalah lima tingkah laku yang baik. Sedangkan pancasila
dari segi terminologi adalah nama
dari 5 dasar negara RI, yang pernah diusulkan oleh Bung Karno atas petunjuk Mr.
Moh. Yamin pada tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada saat bangsa Indonesia sedang
menggali apa yang akan dijadikan dasar negara yang akan didirikan pada waktu itu.
2. Orde baru berkehendak ingin
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai
kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari
Pancasila melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau
Ekaprasetia Pancakarsa.
3. Pada masa reformasi, Pancasila sebagai re-interprestasi,
yaitu Pancasila harus selalu di interprestasikan kembali sesuai dengan
perkembangan zaman. Dalam menginterprestasikannya harus relevan dan
kontekstual. Berarti harus sinkron atau sesuai dengan kenyataan atau zaman pada
saat itu.
4. Kecenderungan orde baru dalam
memandang Pancasila sebagai doktrin yang komprehensif terlihat pada anggapan
bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan norma dan karena itu harus ditangani
(melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat. Reformasi dilakukan ke arah suatu
perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang
dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat
yang lebih baik dalam segala aspeknya.
3.2 SARAN
Bagi para
pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin
mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan agar lebih membaca buku-buku
ilmiah dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan judul “Pancasila Pada Masa Orde Baru Dan Reformasi”.
Kritik dan saran yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami. Jadikanlah makalah ini sebagai sarana
yang dapat mendorong mahasiswa berpikir aktif dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA