• About
  • Parent Page
  • Archives
  • Uncategorized
  • Sejarah Uang



    SEJARAH UANG DUNIA

    Sejarah uang di dunia ini mesti kembali ke zaman Sumeria sekitar 6000 tahun yang lalu. Sekitar 4000 SM, Kerajaan Sumeria telah memiliki sistem ekonomi yang mengenal "uang" dan bukan lagi menggunakan barter. Walaupun di kebudayaan lain telah ada konsep "uang" tetapi sifat-sifatnya dan penggunaannya tidak se-ekstensif seperti yang dilakukan oleh kebudayaan Sumeria. Uang dizaman itu dinyatakan dalam satuan Shekel. Satuan ini merupakan nilai tukar antara 180 "gun" (biji padi-padian) dengan berat dari perak. (Jadi perak-peraknya itu beratnya itu harus kurang lebih setara dengan 180 gun biji padi).
    Sistem ini kemudian di adopsi oleh kebudayaan disekitarnya dan di sempurnakan oleh kebudayaan Hellenisme dengan membuat koin. Koin ini begitu mudah dibawah dan diukur sehingga membuat semua orang menyukainya. Hal ini menjadi salah satu faktor dari majunya kebudayaan Yunani dizaman itu. Seiring dengan berjalannya waktu, sistem ini disempurnakan, mulai dari standarisasi logam yang digunakan, bentuk dan berat serta berbagai macam simbol dan nominasi dikeluarkan.
    Setelah dunia memasuki abad penjelajahan dan menemukan banyak daerah baru didunia ini dan terbukanya jalur perdagangan ke Asia, Amerika dan Afrika maka sistem koin ini dirasa merepotkan dan karena volume transaksi yang meningkat maka mulailah berlaku apa yang dikenal dengan sistem "Uang Perwakilan" atau Representatives Money. Sistem Representatives money ini adalah cikal bakal sistem perbankan dan penggunaan uang kertas. Pada dasarnya ini adalah sebuah "surat" perjanjian antara pemilik uang yg menitipkan uangnya pada suatu "tempat" (dizaman sebelum adanya Bank mereka menitipkan uangnya pada pandai emas atau pedangang besar lainnya). Tetapi karena transaksi yang terjadi sering harus melintasi laut dan daerah berbahaya serta mungkin tidak segera terjadi dan juga kualitas kertas dan tinta saat itu tidak begitu bagus maka yg digunakan adalah plat logam yang berisikan PROMES-TO-PAY untuk membayarkan sejumlah tertentu uang.
    Seiring dengan berkembangnya perdagangan internasional maka jumlah emas dan perak yang ada di Eropa menjadi tidak stabil dan makin sulit untuk menentukan standarisasi serta karena praktek "moneter" semakin marak maka akhirnya semakin sulit bagi para "bankir" ini untuk melakukan akuntabilitas. Oleh sebab itu maka mulailah dibentuk bank-bank sentral sebagai regulator untuk melakukan akuntabilitas dan memastikan standarisasi nilai tukar sehingga tercipta kestabilan.
    Di abad ke 18, dengan ditemukannya penggunaan logam sebagai bahan campuran, maka logam yang dizaman sebelumnya dianggap tidak berharga menjadi memiliki nilai lebih sehingga bank-bank mulai mengantikan sistem pencatatan pada plat logam menjadi sistem pencatatan pada kertas yg distandarisasi. Istilahnya adalah "Bank Notes". Bank Notes ini ditulis dalam berbagai nominal dan nilainya dapat ditukarkan dengan emas atau perak. Tetapi karena kebutuhan untuk ekspansi industri dan perdagangan serta berkembangnya konsep credits and loans, maka satu demi satu negara-negara di dunia ini mulai meninggalkan sistem "Representatives Money" dan menggunakan apa yg disebut "Fiat Money".
    Saat ini bisa dikatakan seluruh negara didunia menggunakan sistem Fiat Money. Sistem ini mendasarkan nilai dari uang terhadap supply dan demand-nya dipasar dan bukan didasarkan pada nilai tukarnya terhadap logam-logam berharga.
    Nilai dari uang ber evolusi dari kepercayaan terhadap nilai dari barang yang digunakan untuk transaksi menjadi kepercayaan terhadap institusi yang mengeluarkan uang tersebut dan yg terjadi didunia modern adalah kepercayaan terhadap kekuatan ekonomi suatu negara terhadap uang yg dicetaknya.

    *     Sejarah Dollar Menjadi Mata Uang Internasional
    Alasan Pertama : Sejarah Membawa Dollar Menjadi Mata Uang Internasional
    Dimulai dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia II yang efeknya masih terasa hingga sekarang, perjanjian untuk menggunakan emas sebagai standar global nilai mata uang. Pada saat itu keadaan ekonomi negara-negara dunia, kecuali Amerika Serikat, hancur karena perang. Ini menyebabkan mereka bergantung pada pinjaman yang diberikan oleh Amerika.
    Pinjaman ini diberikan dalam bentuk Dollar Amerika. Sebagai jaminan, Amerika menerima emas yang dimiliki negara-negara ini. Hasilnya, Amerika otomatis menguasai seluruh emas di dunia dan jadinya hanya Dollar Amerika yang nilainya disokong oleh emas.
    Secara praktis, ini berarti Dollar Amerika telah menggantikan emas sebagai sumber likuiditas perekonomian dunia dan menjadi basis sistem keuangan dunia. Implikasinya, setiap negara membangun cadangan devisa dalam bentuk Dollar Amerika; cadangan Dollar diperlukan agar mata uang negara yang bersangkutan dapat ditukarkan dengan Dollar atau emas. Pada saat ini lah mata uang Amerika itu menjadi mata uang internasional.
    Alasan Kedua : Resiko Menjadi Mata Uang Internasional
    Tidak selalu menjadi mata uang internasional itu memberikan efek positif pada negara yang memiliki mata uang itu, dalam hal ini negara Amerika dengan Dollarnya. Banyak efek negatif yang dapat melanda Amerika saat mata uangnya menjadi mata uang internasional. Beberapa efek negatif menjadi mata uang internasional antara lain :
    1.   Negara itu harus me-maintain trust, yang menyebabkan negara itu memiliki tugas yang berat untuk dunia.
    2.   Apabila negara pemilik mata uang internasional tidak dapat me-maintain trust, maka dapat menyebabkan mata uang itu drop secara tiba-tiba.
    3.   Akan lebih sulit dalam mengontrol likuiditasnya.
    Alasan Ketiga : Tidak Semua Mata Uang Yang Kuat Dapat Menjadi Mata Uang Internasional
    Untuk menjadi mata uang internasional dibutuhkan pemilik yang kuat, dalam hal ini negara yang kuat. Menjadi mata uang yang kuat bukan berarti mampu untuk menjadi mata uang internasional. Ini disebabkan karena negara yang memiliki mata uang itu belum tentu memiliki kestabilan ekonomi dan politik yang baik. Padahal untuk menjadi mata uang internasional, dibutuhkan negara dengan keadaan ekonomi maupun politik yang stabil, karena sebagai mata uang internasional dibutuhkan kepercayaan dari dunia agar dunia menggunakannya.
    Sebagai contohnya mata uang dari negara Iraq, yaitu Dinar. Walaupun saat ini Dinar sebagai salah satu mata uang yang terkuat, namun keadaan Iraq tidak stabil, karena perang, konflik dalam negeri, maupun perekonomiannya. Hal ini menyebabkan dunia tidak ingin mempercayakan mata uangnya kepada Dinar Iraq sebab walaupun mata uang itu terkuat, namun belum tentu dalam jangka panjang akan stabil.
    Tidak stabil bisa terjadi karena perang yang makin menjadi-jadi atau konflik dalam negeri yang pada akhirnya dapat menyebabkan negara itu jatuh miskin lalu mata uangnya turun menjadi mata uang terlemah. Padahal menukarkan mata uang lalu menyimpannya adalah kegiatan jangka panjang, sehingga dibutuhkan kepercayaan yang besar dari dunia. Inilah sebab Dollar Amerika menjadi mata uang yang dipercayai dunia karena kondisi negaranya yang dapat diprediksi akan stabil dalam jangka panjang.
    Jadi bukan karena Amerika negara adidaya lalu begitu saja menjadikan mata uangnya mata uang internasional atau bahkan ada campur tangan Yahudi.


     
    SEJARAH MATA UANG INDONESIA

    Tanggal 2 November 1949 merupakan hari ditetapkannya rupiah sebagai mata uang resmi Negara Indonesia dan mata uang rupiah dicetak serta diatur pengunaannya oleh Bank Indonesia. Walaupun saat itu Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri tetapi penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat.
    Pemerintah memandang perlu mengeluarkan mata uang sendiri  selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah juga dijadikan lambing utama Negara yang sudah merdeka.  Perkataan “rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang India. Indonesia telah menggunakan mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata uang Gulden Hindia Belanda.
    Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan Jepang sewaktu Perang Dunia ke-2, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya perang, Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang rupiah jawa sebagai pengganti. Mata uang gulden NICA yang dibuat oleh Sekutu dan beberapa mata uang yang dicetak kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.
    Rupiah merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi. Mata Uang Baru dalam sejarah nilai uang fungsi dan jenis jenis uang serta pembuatannya ternyata mengalami banyak cerita dan sejarah yang panjang di negara Indonesia.
    Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah Republik Indonesia belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang di nyatakan berlaku oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
    Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
    Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah Republik Indonesia, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah Republik Indonesia dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional.
    Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional.
    Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah Republik Indonesia memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah Republik Indonesia  dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah Republik Indonesia  dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI.
    Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah Republik Indonesia  pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia. Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana atau uang masyarakat serta pemberi jasa di dalam lalu lintas pembayaran.
    Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya diundangkan DJB Wet 1922.
    Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan “Jajasan Poesat Bank Indonesia” dan Bank Negara Indonesia di wilayah Republik Indonesia. Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan hingga masa kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Republik Indonesia menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia.
    Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah jatuh hingga 35% dan dengan melemahnya mata uang rupiah keadaan perekonomian di Indonesia  menjadi menurun.

    1 Comment blog vaenggg :

    1. Unknown mengatakan... :

      oke sama2 ya :)

    Posting Komentar